Kita terlahir sebagai makhluk social yang selalu membutuhkan kawan lainnya dalam
kehidupan ituTak bisa dipungkiri lagi Namun tidak dapat disalahkan juga, jika
ada sahabat kawan yang menyendiri dalam mencapai sebuah keinginan. Namun,
kesendiriannya juga tidak bisa berlangsung lama, karena manusia akan terikat
dengan aturan Tuhan yaitu harus berteman dalam kebersamaan. Kebersamaan disini
tidak harus dikategorikan sebagai kekasih, isteri atau lawan jenis saja, tapi
juga merupakan bagian dari kehidupan yaitu ciptaan Tuhan. Kebersamaan dapat
dikatakan sebagai persatuan atau bersatu. Negara kita, Indonesia, menjadikan
semboyan bangsanya adalah symbol persatuan yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Tidak
dapat kita bayangkan jika semboyan itu dilalaikan dan kemerdekaan secara
pemerintahan tidak akan mungkin kita dapat. Begitu indahnya sebuah kebersamaan
atau persatuan. Kita pasti pernah mendengar ilustrasi tentang kebersamaan, yang
diumpakan sebagai sapu lidi. Sebatang lidi tidak berarti apa-apa, namun ketika
kita satukan ia mampu menjadi alat penyapu yang bisa membersihkan sampah.
Ilustrsi sapu lidi tersebut menjelaskan kepada kita betapa pentingnya
kebersamaan atau persatuan tersebut. Namun, begitu banyaknya ilustrasi
kebersamaan diterima, tapi masih banyak perpecahan di sekitar kita. Mulai dari
keluarga hingga di luar rumah tangga pun sudah tidak asing lagi. Seperti yang
kita lihat akhir-akhir ini, begitu banyak pertentangann yang terjadi di
kalangan masyarakat. Sikap anarkime dan brutalisme jelas telah menciderai makna
kebersamaan yang selama ini kita cari dan senantiasa kita dambakan. Dalam
banyak riwayat digambarkan bahwa Rasulullah saw selalu memelihara shalat secara
berjamaah. Sepanjang melaksanakan shalat, mereka menjalin hubungan mesra, bukan
saja dengan Allah swt, melainkan juga dengan sesama manusia. Sesungguhnya,
keseluruhan gerakan dalam shalat mengilustrasikan persamaan dan kesetaraan,
sekaligus mengikat kuat kebersamaan dan kedekatan satu sama lain. Dalam suasana
batin yang tulus, jasad yang bersih, tak ada yang terucap kecuali mengagungkan
Allah. Setelah seorang menutup surah al-fatihah, jama’ah pun serempak menjawab, “amin”. Dalam
shalat, sesungguhnya merupakan cerminan bahwa kita dapat menyamakan persepsi,
sikap, dan bahkan perilaku. Lihatlah, waktu shalat tiba, kita semua harus
menghentikan sementara seluruh aktifitasn yang tengah kita lakukan. Selayaknya
kita bergegas mendatangi rumah-rumah Allah dan bertasbih menghormati tempat
suci. Semua berbaris rapi, mengikuti isyarat yang sama untuk melakukan gerakan
yang sama pula. Keseluruhan perasaan kita akan tercurah total kepada Sang
Pencipta. Di penghujung shalat, semua serempak menebar keselamatan, “Assalamu’alaikum”, sebagai
wujud penghambaan kepada-Nya dan penghormatan kepada sesamanya. Inilah wujud kebersamaan
yang dibangun di atas religiusitas keislaman. Sebuah riwayat meyebutkan, pada
kesempatan shalat berjamaah, Rasulullah saw senatiasa berusaha memelihara
kerukunan dengan para sahabat. Nasihat-nasihatnya disampaikan untuk mempertebal
keyakinan dalam berkhidmat pada kepentingan ajaran. Mengalirlah kata-kata
hikmah dari seorang Nabi pilihan Allah. Kini, pemandangan sejarah itu makin
kabur. Suasana rukun pelan-pelan
lenyap. Kebersamaan merupakan sisi kehidupan yang unik dan penuh pembelajaran.
Memberi arti untuk setiap aktifitas yang kita lakukan dalam kehidupan
sehari-hari. Memberikan kekuatan untuk berbuat sesuatu, mencapai suatu tujuan,
tapi sering tidak disadari akan makna kebersamaan itu sehingga saat-saat
bersama sering terabaikan dan terlewatkan begitu saja bagaikan waktu yang
berjalan begitu cepat tanpa kita sadari dia akan pergi. Makna kebersamaan
hendaknya bukan sekedar slogan, melainkan pemahaman….Wallahu A’lam.
Rasa kebersamaan duduk
sama rata berdiri sama tinggi mewujudkan dan memperkuat rasa kebersamaan dan
persatuan Sehingga Rasa persaudaraan beserta kawan akan semakin Solid dan
kompak di dalam menjaga persatuan dan kesatuan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar