SELAMAT DATANG DI BLOG ASMURANSYAH DAN MENGUCAPKAN SELAMAT MENJALANKAN AKTIFITAS DAN SELAMAT BERISTIRAHAT JANGAN LUPA KOMENTAR BILA SUDAH MELIHAT MEMBACA BLOG SAYA INI TERIMA KASIH ATAS PERHATIAANYA

Rabu, 23 Oktober 2013

APAPUN MASALAHMU JANGAN PERNAH MENYERAH

Melihat ke atas : memperoleh semangat untuk maju.
Melihat ke bawah : bersyukur atas semua yg ada.
Melihat ke samping : smangat kebersamaan.
Melihat ke belakang : sebagai pengalaman berharga.
Melihat ke dalam : untuk instropeksi &
Melihat ke depan : untuk menjadi lebih baik ...

Kejujuranku adalah ketenanganku.
Kejujuranku adalah kemuliyaan hidupku.
Kejujuranku adalah keberkahan dalam hidupku.
Kejujuranku berbuah kecintaanku pada sesama kawanku
Jika kamu sibuk dengan TUGAS mu,Aku akan SANGAT mengerti.Jika kamu sibuk dengan URUSANMU,Aku pun akan mengerti.Jika kamu TAK PUNYA WAKTU untukku,Aku belajar mengerti.Jika kamu tak BISA MEMENUHI KEINGInanku, Aku patut bertanya sebenarnya.....apa sIh mengerti dan PENGERTIAN itu sendiri.Namun SATU HAL ......jika suatu hari nanti AKU BERHENTI MENCINTAI dan MENYANYANGI mu.Maka saatnya GILIRANmu untuk MENGERTI...

Rahasia Membentuk Sopan Santun
(6 langkah cerdas membentuk Sopan Santun anak)

1.Jadikan diri sendiri sebagai contoh. Pada masa sekarang ini, anak-anak sedang mengalami masa imitasi, biasanya mereka meniru setiap perilaku orangtua.

2. Sampaikan secara langsung jika Anda ingin agar si kecil bersikap yang baik dan tidak rewel saat berkunjung ke rumah teman atau orang tua

3. Bila anak telah bersikap sopan, tidak ada salahnya memberi pujian. jika perilaku sudah terbentuk maka upayakan pujian ini di hentikan bertahap. cara ini cocok untuk usia 2-6 tahun.

4. Bila Anda berharap terlalu banyak dari anak, bisa-bisa yang terjadi adalah "perang" dengan anak. Lakukan secara bertahap, sesuai perkembangan anak (belajarlah tahapan ini, penting)

5. Salah adalah hal yang biasa. Begitu pula jika anak melakukan kekeliruan yang menurut Anda tidak sopan. Beritahu anak kesalahannya dan katakan apa yang Anda harapkan. Jangan langsung memarahi atau mempermalukannya di depan orang lain.

6. Ajarkan Kata-kata Sopan Sejak Dini Ajarkan balita berusia 2 tahun Anda untuk mengatakan “minta tolong” dan “terima kasih” sejak dini. Kendati mereka tak sepenuhnya mengerti arti kata-kata tersebut, balita akan mengartikan kata “minta tolong” sebagai cara tepat mendapatkan yang diinginkan. Begitu pula, kata “terima kasih” adalah cara mengakhiri interaksi dengan baik. Tanamkan ini sebagai kebiasaan dan jadikan kosakata yang baik bagi anak. Pada akhirnya mereka akan terbiasa dengan pemahaman, membuat orang lain merasa senang juga penting ketika mereka berinteraksi



Jangan lupa, orangtua juga harus memulai lebih dulu dengan kebiasaan baik ini. Bahkan ketika anak belum paham arti kata ini, sebaiknya mereka terbiasa mendengar ibu atau ayahnya kerap mengatakan ini. Anak-anak memang akan membeo kebiasaan ini, namun kebiasaan ini baik ditanamkan jauh-jauh hari kendati mereka belum benar-benar mengerti arti sebenarnya
اMungkin banyak orang menganggap bahwa kebiasaan memberi salam adalah sesuatu yang biasa-biasa saja. Padahal sesungguhnya perilaku ini memberi kesan dan berkah yang mengagumkan bagi yang dapat menunaikannya. Dalam sebuah hadis dikatakan, “Seseorang yang memberi salam lebih dahulu akan terbebas dari sifat sombong.”
Perilaku memberi salam terlebih dahulu adalah cara untuk memerangi sifat sombong dan sifat merasa diri lebih baik dari orang lain. Imam Ja`far Shadiq as berkata,
Jika kita mengikuti sunah memberi salam terlebih dahulu kepada orang lain, maka sifat sombong akan lenyap dari diri kita dan selanjutnya kita akan menjadi orang yang rendah hati. Dan oleh karena sikap rendah hati (tawadhu) itulah Allah Swt akan meninggikan derajat seseorang.
“Termasuk sikap tawadhu (rendah hati) ialah memberi salam kepada orang yang engkau jumpai.”
Mengikuti sunah Nabi Muhammad saw yang tampak sederhana ini ternyata bisa menjaga seseorang dari sifat sombong. Perilaku Nabi Allah saw inilah yang mampu mengubah dinamika sosial, bahkan gejolak alam. Kita mungkin pernah mendengar cerita tentang seorang Yahudi yang selalu melempari Nabi Muhammad saw dengan tanah saat melintas di jalan tertentu. Suatu hari Nabi saw tak merasakan lemparan dan mendengar kabar bahwa si pelempar sakit. Mendengar itu Nabi saw segera menjenguknya.
Bagaimanakah jika hal itu yang terjadi pada kita? Mungkin kita akan mengatakan, semoga Tuhan cepat membinasakannya. Tetapi Nabi saw, malah datang menemuinya. Kita mungkin tidak sanggup menunaikan kelembutan seperti yang dilakukan Nabi saw, seperti memberi salam kepada orang Yahudi itu. Kadang-kadang kita mungkin juga merasa begitu berat menyampaikan salam secara tulus kepada sanak famili, tetangga, para pembeli, dan kepada teman-teman kita.
Sudah semestinya, seorang Muslim yakin bahwa siapa pun yang mengikuti perilaku Nabi Muhammad saw dengan benar , akan berkumpul bersama orang-orang yang selamat. Karena suatu sikap atau perilaku Nabi saw yang diikuti sebagai sunah itu berpengaruh dalam diri seseorang tidak ubahnya seperti rantai yang saling menyambung. Sebagai contoh, jika kita mengikuti sunah memberi salam terlebih dahulu kepada orang lain, maka sifat sombong akan lenyap dari diri kita dan selanjutnya kita akan menjadi orang yang rendah hati. Dan oleh karena sikap rendah hati (tawadhu) itulah Allah Swt akan meninggikan derajat seseorang.
Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah seseorang bersikap rendah hati (tawadhu) melainkan pasti Allah akan meninggikan derajatnya.”
Juga diriwayatkan bahwa Imam Hasan Askari as pernah berkata, “Seseorang yang bersikap tawadhu di hadapan saudara seagamanya maka Allah akan menempatkannya pada derajat shiddiqin.”
Dan dalam riwayat lain: “Siapa yang bersikap tawadhu dalam urusan dunia di hadapan saudara seagamanya maka di sisi Allah ia termasuk kalangan shiddiqin dan pengikut setia Ali bin Abi Thalib as.”

Subhanallah! Dengan mengikuti satu saja dari sunah Nabi Muhammad saw ternyata dapat meninggikan derajat seseorang hingga ia ditempatkan pada maqam kalangan shiddiqin, dan dimasukkan ke dalam golongan pengikut setia Amirul Mukminin Ali as, yang merupakan kedudukan sangat tinggi.



Hukum berjabat tangan antara laki-laki dengan perempuan merupakan masalah yang amat penting, dan untuk menahkik hukumnya tidak bisa dilakukan dengan seenaknya. Ia memerlukan kesungguhan dan pemikiran yang optimal dan ilmiah sehingga si mufti harus bebas dari tekanan pikiran orang lain atau pikiran yang telah diwarisi dari masa-masa lalu, apabila tidak didapati acuannya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah sehingga argumentasi-argumentasinya dapat didiskusikan untuk memperoleh pendapat yang lebih kuat dan lebih mendekati kebenaran menurut pandangan seorang faqih, yang di dalam pembahasannya hanya mencari ridha Allah, bukan memperturutkan hawa nafsu.

Sebelum memasuki pembahasan dan diskusi ini, saya ingin mengeluarkan dua buah gambaran dari lapangan perbedaan pendapat ini, yang saya percaya bahwa hukum kedua gambaran itu tidak diperselisihkan oleh fuqaha-fuqaha terdahulu, menurut pengetahuan saya. Kedua gambaran itu ialah:

Pertama, diharamkan berjabat tangan dengan wanita apabila disertai dengan syahwat dan taladzdzudz (berlezat-lezat) dari salah satu pihak, laki-laki atau wanita (kalau keduanya dengan syahwat sudah barang tentu lebih terlarang lagi; penj.) atau di belakang itu dikhawatirkan terjadinya fitnah, menurut dugaan yang kuat. Ketetapan diambil berdasarkan pada hipotesis bahwa menutup jalan menuju kerusakan itu adalah wajib, lebih-lebih jika telah tampak tanda-tandanya dan tersedia sarananya.

Hal ini diperkuat lagi oleh apa yang dikemukakan para ulama bahwa bersentuhan kulit antara laki-laki dengannya – yang pada asalnya mubah itu – bisa berubah menjadi haram apabila disertai dengan syahwat atau dikhawatirkan terjadinya fitnah,1 khususnya dengan anak perempuan si istri (anak tiri), atau saudara sepersusuan, yang perasaan hatinya sudah barang tentu tidak sama dengan perasaan hati ibu kandung, anak kandung, saudara wanita sendiri, bibi dari ayah atau ibu, dan sebagainya.

Kedua, kemurahan (diperbolehkan) berjabat tangan dengan wanita tua yang sudah tidak punya gairah terhadap laki-laki, demikian pula dengan anak-anak kecil yang belum mempunyai syahwat terhadap laki-laki, karena berjabat tangan dengan mereka itu aman dari sebab-sebab fitnah. Begitu pula bila si laki-laki sudah tua dan tidak punya gairah terhadap wanita.

Hal ini didasarkan pada riwayat dari Abu Bakar RA bahwa beliau pernah berjabat tangan dengan beberapa orang wanita tua, dan Abdullah bin Zubair mengambil pembantu wanita tua untuk merawatnya, maka wanita itu mengusapnya dengan tangannya dan membersihkan kepalanya dari kutu.2

Hal ini sudah ditunjukkan Al-Qur’an dalam membicarakan perempuan-perempuan tua yang sudah berhenti (dari haid dan mengandung), dan tiada gairah terhadap laki-laki, dimana mereka diberi keringanan dalam beberapa masalah pakaian yang tidak diberikan kepada yang lain:

“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (an-Nur: 60)

Dikecualikan pula laki-laki yang tidak memiliki gairah terhadap wanita dan anak-anak kecil yang belum muncul hasrat seksualnya. Mereka dikecualikan dari sasaran larangan terhadap wanita-wanita mukminah dalam hal menampakkan perhiasannya.

“… Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita …”(an-Nur: 31)

Selain dua kelompok yang disebutkan itulah yang menjadi tema pembicaraan dan pembahasan serta memerlukan pengkajian dan tahkik.

Golongan yang mewajibkan wanita menutup seluruh tubuhnya hingga wajah dan telapak tangannya, dan tidak menjadikan wajah dan tangan ini sebagai yang dikecualikan oleh ayat:

“… Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa tampak daripadanya …” (an-Nur: 31)

Bahkan mereka menganggap bahwa perhiasan yang biasa tampak itu adalah pakaian luar seperti baju panjang, mantel, dan sebagainya, atau yang tampak karena darurat seperti tersingkap karena ditiup angin kencang dan sebagainya. Maka tidak mengherankan lagi bahwa berjabat tangan antara laki-laki dengan wanita menurut mereka adalah haram. Sebab, apabila kedua telapak tangan itu wajib ditutup maka melihatnya adalah haram; dan apabila melihatnya saja haram, apa lagi menyentuhnya. Sebab, menyentuh itu lebih berat daripada melihat, karena ia lebih merangsang, sedangkan tidak ada jabat tangan tanpa bersentuhan kulit.

Tetapi sudah dikenal bahwa mereka yang berpendapat demikian adalah golongan minoritas, sedangkan mayoritas fuqaha dari kalangan sahabat, tabi’in, dan orang-orang sesudah mereka berpendapat bahwa yang dikecualikan dalam ayat “kecuali yang biasa tampak daripadanya” adalah wajah dan kedua (telapak) tangan.

Maka apakah dalil mereka untuk mengharamkan berjabat tangan yang tidak disertai syahwat?
Sebenarnya saya telah berusaha mencari dalil yang memuaskan yang secara tegas menetapkan demikian, tetapi tidak saya temukan.

Dalil yang terkuat dalam hal ini ialah menutup pintu fitnah (saddudz-dzari’ah), dan alasan ini dapat diterima tanpa ragu-ragu lagi ketika syahwat tergerak, atau karena takut fitnah bila telah tampak tanda-tandanya. Tetapi dalam kondisi aman – dan ini sering terjadi – maka di manakah letak keharamannya?

Sebagian ulama ada yang berdalil dengan sikap Nabi SAW yang tidak berjabat tangan dengan perempuan ketika beliau membaiat mereka pada waktu penaklukan Mekah yang terkenal itu, sebagaimana disebutkan dalam surat al-Mumtahanah.

Tetapi ada satu muqarrar (ketetapan) bahwa apabila Nabi SAW meninggalkan suatu urusan, maka hal itu tidak menunjukkan – secara pasti – akan keharamannya. Adakalanya beliau meninggalkan sesuatu karena haram, adakalanya karena makruh, adakalanya hal itu kurang utama, dan adakalanya hanya semata-mata karena beliau tidak berhasrat kepadanya, seperti beliau tidak memakan daging biawak padahal daging itu mubah.
Kalau begitu, sikap Nabi SAW tidak berjabat tangan dengan wanita itu tidak dapat dijadikan dalil untuk menetapkan keharamannya, oleh karena itu harus ada dalil lain bagi orang yang berpendapat demikian.

Lebih dari itu, bahwa masalah Nabi SAW tidak berjabat tangan dengan kaum wanita pada waktu baiat itu belum disepakati, karena menurut riwayat Ummu Athiyah al-Anshariyah RA bahwa Nabi SAW pernah berjabat tangan dengan wanita pada waktu baiat, berbeda dengan riwayat dari Ummul Mukminin Aisyah RA dimana beliau mengingkari hal itu dan bersumpah menyatakan tidak terjadinya jabat tangan itu.

Imam Bukhari meriwayatkan dalam shahihnya dari Aisyah bahwa Rasulullah saw.SAW menguji wanita-wanita mukminah yang berhijrah dengan ayat ini, yaitu firman Allah:

“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah; tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dengan kaki mereka3 dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-Mumtahanah: 12)
Aisyah berkata, “Maka barangsiapa di antara wanita-wanita beriman itu yang menerima syarat tersebut, Rasulullah SAW berkata kepadanya, “Aku telah membai’atmu – dengan perkataan saja – dan demi Allah tangan beliau sama sekali tidak menyentuh tangan wanita dalam baiat itu; beliau tidak membaiat mereka melainkan dengan mengucapkan, ‘Aku telah membai’atmu tentang hal itu.’”

Dalam mensyarah perkataan Aisyah “Tidak, demi Allah …,” al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari sebagai berikut: Perkataan itu berupa sumpah untuk menguatkan berita, dan dengan perkataannya itu seakan-akan Aisyah hendak menyangkal berita yang diriwayatkan dari Ummu Athiyah.

Menurut riwayat Ibnu Hibban, al-Bazzar, ath-Thabari, dan Ibnu Mardawaih, dari (jalan) Ismail bin Abdurrahman dari neneknya, Ummu Athiyah, mengenai kisah baiat, Ummu Athiyah berkata:

“Lalu Rasulullah SAW mengulurkan tangannya dari luar rumah dan kami mengulurkan tangan kami dari dalam rumah, kemudian beliau berucap, ‘Ya Allah, saksikanlah.’”

Demikian pula hadits sesudahnya – yakni sesudah hadits yang tersebut dalam al-Bukhari – dimana Aisyah mengatakan:
“Seorang wanita menahan tangannya” Memberi kesan seolah-olah mereka melakukan baiat dengan tangan mereka.

Al-Hafizh (Ibnu Hajar) berkata: “Untuk yang pertama itu dapat diberi jawaban bahwa mengulurkan tangan dari balik hijab mengisyaratkan telah terjadinya baiat meskipun tidak sampai berjabat tangan… Adapun untuk yang kedua, yang dimaksud dengan menggenggam tangan itu ialah menariknya sebelum bersentuhan… Atau baiat itu terjadi dengan menggunakan lapis tangan.

Abu Daud meriwayatkan dalam al-Marasil dari asy-Sya’bi bahwa Nabi SAW ketika membaiat kaum wanita beliau membawa kain selimut bergaris dari Qatar lalu beliau meletakkannya di atas tangan beliau, seraya berkata,

“Aku tidak berjabat dengan wanita.”

Dalam Maghazi Ibnu Ishaq disebutkan bahwa Nabi SAW memasukkan tangannya ke dalam bejana dan wanita itu juga memasukkan tangannya bersama beliau.

Ibnu Hajar berkata: “Dan boleh jadi berulang-ulang, yakni peristiwa baiat itu terjadi lebih dari satu kali, di antaranya ialah baiat yang terjadi di mana beliau tidak menyentuh tangan wanita sama sekali, baik dengan menggunakan lapis maupun tidak, beliau membaiat hanya dengan perkataan saja, dan inilah yang diriwayatkan oleh Aisyah. Dan pada kesempatan yang lain beliau tidak berjabat tangan dengan wanita dengan menggunakan lapis, dan inilah yang diriwayatkan oleh asy-Sya’bi.”

Di antaranya lagi ialah dalam bentuk seperti yang disebutkan Ibnu Ishaq, yaitu memasukkan tangan ke dalam bejana. Dan ada lagi dalam bentuk seperti yang ditunjukkan oleh perkataan Ummu Athiyah, yaitu berjabat tangan secara langsung.

Di antara alasan yang memperkuat kemungkinan berulang-ulangnya baiat itu ialah bahwa Aisyah membicarakan baiat wanita-wanita mukminah yang berhijrah setelah terjadinya peristiwa Perjanjian Hudaibiyah, sedangkan Ummu Athiyah – secara lahiriah – membicarakan yang lebih umum daripada itu dan meliputi baiat wanita mukminah secara umum, termasuk di dalamnya wanita-wanita Anshar seperti Ummu Athiyah si perawi hadits. Karena itu, Imam Bukhari memasukkan hadits Aisyah di bawah bab “Idzaa Jaa aka al-Mu’minaat Muhaajiraat,” sedangkan hadits Ummu Athiyah dimasukkan dalam bab “Idzaa Jaa aka al- Mu’minaat Yubaayi’naka.”


Maksud pengutipan semua ini ialah bahwa apa yang dijadikan acuan oleh kebanyakan orang yang mengharamkan berjabat tangan antara laki-laki dengan perempuan – yaitu bahwa Nabi SAW tidak berjabat tangan dengan wanita – belumlah disepakati. Tidak seperti sangkaan orang-orang yang tidak merujuk kepada sumber-sumber aslinya. Masalah ini bahkan masih diperselisihkan sebagaimana yang telah saya kemukaka


Jabat tangan sudah menjadi tradisi atau kebiasaan, sehingga Anda tak berpikir panjang lagi ketika menjabat tangan seseorang yang baru Anda kenal, atau justru teman lama yang baru ditemui lagi.

Tetapi berkembangnya berbagai penyakit yang timbul akibat penyebaran kuman di udara, membuat orang jadi parno. Mereka segan bersalaman. Banyak yang kini menyimpan hand sanitizer di dalam tas, supaya bisa mencuci tangannya dengan gel antiseptik tersebut segera setelah bersalaman dengan orang lain.

Di Amerika, hampir 50 persen orang enggan berjabat tangan karena khawatir terpapar kuman, demikian menurut newsletter PharmPro. Sebelum Olimpiade London berlangsung, chief medical officer untuk British Olympic Association bahkan menyarankan para atlet untuk tidak melakukan kebiasaan tersebut. 

Namun, kini para pakar berusaha mendorong  orang untuk meneruskan tradisi ini. Studi baru mengenai ilmu jabat tangan yang akan dimuat di Journal of Cognitive Neuroscience edisi Desember menyatakan, bersalaman tetap penting meskipun ada potensi pertukaran kuman itu. 

Setelah mengevaluasi pemetaan otak melalui MRI dan uji konduktansi kulit, para peneliti mendapati bahwa orang-orang asing ternyata malah membentuk kesan yang lebih baik satu sama lain setelah berjabat tangan. Meskipun interaksi yang terjadi sebelumnya kurang baik, namun jabatan tangan bisa menunjukkan perilaku yang lebih positif. 

"Banyak interaksi sosial kita yang gagal karena satu dan lain hal. Namun jabat tangan sederhana yang mendahului interaksi tersebut bisa meredam efek negatif dari kesalahpahaman yang mungkin terjadi," ungkap Sandra Dolcos dari University of Illinois Beckman Institute, yang menulis studi ini.

Para peneliti juga menemukan bahwa jabatan tangan yang kencang dan ramah bisa memicu respons yang menyenangkan. Di masa lalu, jabat tangan juga bisa mengirimkan sinyal perdamaian, demikian menurut teori para antropolog sejarah. Menjulurkan tangan dengan telapak tangan terbuka menunjukkan bahwa Anda tidak membawa senjata.

Selama berabad-abad sesudahnya, gerak-gerik ini berkembang menjadi suatu bentuk sapaan yang universal. Dengan bersalaman, Anda menunjukkan kepercayaan diri. Dalam pertemuan bisnis, jabat tangan juga dilakukan sebagai bukti bahwa transaksi yang memuaskan telah terjadi.

"Jabat tangan sudah terbuti meningkatkan persepsi akan kepercayaan dan formalitas dari hubungan," lanjut Dolcos dalam laporannya.

Dan, ini yang penting: menurut studi dari John Hopkins School of Public Health, kemungkinan terpapar kuman berbahaya melalui jabat tangan itu cenderung rendah. Nah, kalau Anda masih ragu juga untuk bersalaman dengan orang yang Anda temui di bus, kereta commuter, atau di rumah sakit, bawa saja hand sanitizer di tas. Atau, cuci tangan saja pakai sabun sesudah bersalaman. Beres, kan?



Ada Hal yang dapat menghancurkan hidup seseorang :. Kemarahan. Keangkuhan. Dendam
Ada Hal yang tidak boleh hilang :. Harapan. Keikhlasan. Kejujuran Ada Hal yang paling berharga :. Kasih Sayang. Cinta. KebaikanAda Hal yang dalam hidup yang tidak pernah pasti :. Kekayaan. Kesuksesan. Mimpi Ada Hal yang membentuk watak seseorang :. Komitmen . Ketulusan . Kerja keras Ada Hal yang membuat kita sukses :. Tekad. Kemauan. FokusAda Hal yang tidak pernah kita tahu :. Rezeki . Umur . Jodoh
TAPI, ada Hal yang dalam hidup kita yang PASTI :. Tua. Sakit . Kematian.
Ya TUHAN, orang yang membaca ini adalah orang yang baik, kuat, sabar, sayangilah dia serta kasihilah dia. Tolong bantu mudahkan rejekinya, sehatkan badannya. Jika dia melangkah, selamatkanlah dia, mudahkan langkahnya . . Aminn:)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar