Melihat ke atas : memperoleh semangat untuk maju.
Melihat ke bawah : bersyukur atas semua yg ada.
Melihat ke samping : smangat kebersamaan.
Melihat ke belakang : sebagai pengalaman berharga.
Melihat ke dalam : untuk instropeksi &
Melihat ke depan : untuk menjadi lebih baik ...
Melihat ke bawah : bersyukur atas semua yg ada.
Melihat ke samping : smangat kebersamaan.
Melihat ke belakang : sebagai pengalaman berharga.
Melihat ke dalam : untuk instropeksi &
Melihat ke depan : untuk menjadi lebih baik ...
Kejujuranku
adalah ketenanganku.
Kejujuranku adalah kemuliyaan hidupku.
Kejujuranku adalah keberkahan dalam hidupku.
Kejujuranku berbuah kecintaanku pada sesama kawanku
Kejujuranku adalah kemuliyaan hidupku.
Kejujuranku adalah keberkahan dalam hidupku.
Kejujuranku berbuah kecintaanku pada sesama kawanku
Jika
kamu sibuk dengan TUGAS mu,Aku akan SANGAT mengerti.Jika kamu sibuk dengan
URUSANMU,Aku pun akan mengerti.Jika kamu TAK PUNYA WAKTU untukku,Aku belajar
mengerti.Jika kamu tak BISA MEMENUHI KEINGInanku, Aku patut bertanya sebenarnya.....apa
sIh mengerti dan PENGERTIAN itu sendiri.Namun SATU HAL ......jika suatu hari
nanti AKU BERHENTI MENCINTAI dan MENYANYANGI mu.Maka saatnya GILIRANmu untuk
MENGERTI...
Rahasia Membentuk Sopan Santun
(6 langkah cerdas membentuk Sopan Santun anak)
1.Jadikan diri sendiri sebagai contoh. Pada masa sekarang ini, anak-anak sedang mengalami masa imitasi, biasanya mereka meniru setiap perilaku orangtua.
2. Sampaikan secara langsung jika Anda ingin agar si kecil bersikap yang baik dan tidak rewel saat berkunjung ke rumah teman atau orang tua
3. Bila anak telah bersikap sopan, tidak ada salahnya memberi pujian. jika perilaku sudah terbentuk maka upayakan pujian ini di hentikan bertahap. cara ini cocok untuk usia 2-6 tahun.
4. Bila Anda berharap terlalu banyak dari anak, bisa-bisa yang terjadi adalah "perang" dengan anak. Lakukan secara bertahap, sesuai perkembangan anak (belajarlah tahapan ini, penting)
5. Salah adalah hal yang biasa. Begitu pula jika anak melakukan kekeliruan yang menurut Anda tidak sopan. Beritahu anak kesalahannya dan katakan apa yang Anda harapkan. Jangan langsung memarahi atau mempermalukannya di depan orang lain.
6. Ajarkan Kata-kata Sopan Sejak Dini Ajarkan balita berusia 2 tahun Anda untuk mengatakan “minta tolong” dan “terima kasih” sejak dini. Kendati mereka tak sepenuhnya mengerti arti kata-kata tersebut, balita akan mengartikan kata “minta tolong” sebagai cara tepat mendapatkan yang diinginkan. Begitu pula, kata “terima kasih” adalah cara mengakhiri interaksi dengan baik. Tanamkan ini sebagai kebiasaan dan jadikan kosakata yang baik bagi anak. Pada akhirnya mereka akan terbiasa dengan pemahaman, membuat orang lain merasa senang juga penting ketika mereka berinteraksi
(6 langkah cerdas membentuk Sopan Santun anak)
1.Jadikan diri sendiri sebagai contoh. Pada masa sekarang ini, anak-anak sedang mengalami masa imitasi, biasanya mereka meniru setiap perilaku orangtua.
2. Sampaikan secara langsung jika Anda ingin agar si kecil bersikap yang baik dan tidak rewel saat berkunjung ke rumah teman atau orang tua
3. Bila anak telah bersikap sopan, tidak ada salahnya memberi pujian. jika perilaku sudah terbentuk maka upayakan pujian ini di hentikan bertahap. cara ini cocok untuk usia 2-6 tahun.
4. Bila Anda berharap terlalu banyak dari anak, bisa-bisa yang terjadi adalah "perang" dengan anak. Lakukan secara bertahap, sesuai perkembangan anak (belajarlah tahapan ini, penting)
5. Salah adalah hal yang biasa. Begitu pula jika anak melakukan kekeliruan yang menurut Anda tidak sopan. Beritahu anak kesalahannya dan katakan apa yang Anda harapkan. Jangan langsung memarahi atau mempermalukannya di depan orang lain.
6. Ajarkan Kata-kata Sopan Sejak Dini Ajarkan balita berusia 2 tahun Anda untuk mengatakan “minta tolong” dan “terima kasih” sejak dini. Kendati mereka tak sepenuhnya mengerti arti kata-kata tersebut, balita akan mengartikan kata “minta tolong” sebagai cara tepat mendapatkan yang diinginkan. Begitu pula, kata “terima kasih” adalah cara mengakhiri interaksi dengan baik. Tanamkan ini sebagai kebiasaan dan jadikan kosakata yang baik bagi anak. Pada akhirnya mereka akan terbiasa dengan pemahaman, membuat orang lain merasa senang juga penting ketika mereka berinteraksi
Jangan lupa, orangtua juga harus
memulai lebih dulu dengan kebiasaan baik ini. Bahkan ketika anak belum paham
arti kata ini, sebaiknya mereka terbiasa mendengar ibu atau ayahnya kerap
mengatakan ini. Anak-anak memang akan membeo kebiasaan ini, namun kebiasaan ini
baik ditanamkan jauh-jauh hari kendati mereka belum benar-benar mengerti arti
sebenarnya
اMungkin banyak
orang menganggap bahwa kebiasaan memberi salam adalah sesuatu yang biasa-biasa
saja. Padahal sesungguhnya perilaku ini memberi kesan dan berkah yang
mengagumkan bagi yang dapat menunaikannya. Dalam sebuah hadis dikatakan,
“Seseorang yang memberi salam lebih dahulu akan terbebas dari sifat sombong.”
Perilaku memberi salam terlebih
dahulu adalah cara untuk memerangi sifat sombong dan sifat merasa diri lebih
baik dari orang lain. Imam Ja`far Shadiq as berkata,
Jika kita mengikuti sunah memberi
salam terlebih dahulu kepada orang lain, maka sifat sombong akan lenyap dari
diri kita dan selanjutnya kita akan menjadi orang yang rendah hati. Dan oleh
karena sikap rendah hati (tawadhu) itulah Allah Swt akan meninggikan derajat
seseorang.
“Termasuk sikap tawadhu (rendah
hati) ialah memberi salam kepada orang yang engkau jumpai.”
Mengikuti sunah Nabi Muhammad saw
yang tampak sederhana ini ternyata bisa menjaga seseorang dari sifat sombong.
Perilaku Nabi Allah saw inilah yang mampu mengubah dinamika sosial, bahkan
gejolak alam. Kita mungkin pernah mendengar cerita tentang seorang Yahudi yang
selalu melempari Nabi Muhammad saw dengan tanah saat melintas di jalan
tertentu. Suatu hari Nabi saw tak merasakan lemparan dan mendengar kabar bahwa
si pelempar sakit. Mendengar itu Nabi saw segera menjenguknya.
Bagaimanakah jika hal itu yang
terjadi pada kita? Mungkin kita akan mengatakan, semoga Tuhan cepat
membinasakannya. Tetapi Nabi saw, malah datang menemuinya. Kita mungkin tidak
sanggup menunaikan kelembutan seperti yang dilakukan Nabi saw, seperti memberi
salam kepada orang Yahudi itu. Kadang-kadang kita mungkin juga merasa begitu
berat menyampaikan salam secara tulus kepada sanak famili, tetangga, para
pembeli, dan kepada teman-teman kita.
Sudah semestinya, seorang Muslim
yakin bahwa siapa pun yang mengikuti perilaku Nabi Muhammad saw dengan benar ,
akan berkumpul bersama orang-orang yang selamat. Karena suatu sikap atau
perilaku Nabi saw yang diikuti sebagai sunah itu berpengaruh dalam diri
seseorang tidak ubahnya seperti rantai yang saling menyambung. Sebagai contoh,
jika kita mengikuti sunah memberi salam terlebih dahulu kepada orang lain, maka
sifat sombong akan lenyap dari diri kita dan selanjutnya kita akan menjadi
orang yang rendah hati. Dan oleh karena sikap rendah hati (tawadhu) itulah
Allah Swt akan meninggikan derajat seseorang.
Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah
seseorang bersikap rendah hati (tawadhu) melainkan pasti Allah akan meninggikan
derajatnya.”
Juga diriwayatkan bahwa Imam Hasan
Askari as pernah berkata, “Seseorang yang bersikap tawadhu di hadapan saudara
seagamanya maka Allah akan menempatkannya pada derajat shiddiqin.”
Dan dalam riwayat lain: “Siapa
yang bersikap tawadhu dalam urusan dunia di hadapan saudara seagamanya maka di
sisi Allah ia termasuk kalangan shiddiqin dan pengikut setia Ali bin Abi Thalib
as.”
Subhanallah! Dengan mengikuti satu
saja dari sunah Nabi Muhammad saw ternyata dapat meninggikan derajat seseorang
hingga ia ditempatkan pada maqam kalangan shiddiqin, dan dimasukkan ke dalam
golongan pengikut setia Amirul Mukminin Ali as, yang merupakan kedudukan sangat
tinggi.
Hukum berjabat tangan antara laki-laki
dengan perempuan merupakan masalah yang amat penting, dan untuk menahkik hukumnya
tidak bisa dilakukan dengan seenaknya. Ia memerlukan kesungguhan dan pemikiran
yang optimal dan ilmiah sehingga si mufti harus bebas dari tekanan pikiran
orang lain atau pikiran yang telah diwarisi dari masa-masa lalu, apabila tidak
didapati acuannya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah sehingga
argumentasi-argumentasinya dapat didiskusikan untuk memperoleh pendapat yang
lebih kuat dan lebih mendekati kebenaran menurut pandangan seorang faqih, yang
di dalam pembahasannya hanya mencari ridha Allah, bukan memperturutkan hawa
nafsu.
Sebelum memasuki pembahasan dan diskusi
ini, saya ingin mengeluarkan dua buah gambaran dari lapangan perbedaan pendapat
ini, yang saya percaya bahwa hukum kedua gambaran itu tidak diperselisihkan
oleh fuqaha-fuqaha terdahulu, menurut pengetahuan saya. Kedua gambaran itu
ialah:
Pertama, diharamkan berjabat tangan dengan wanita apabila disertai
dengan syahwat dan taladzdzudz (berlezat-lezat) dari salah satu pihak,
laki-laki atau wanita (kalau keduanya dengan syahwat sudah barang tentu lebih
terlarang lagi; penj.) atau di belakang itu dikhawatirkan terjadinya fitnah,
menurut dugaan yang kuat. Ketetapan diambil berdasarkan pada hipotesis bahwa
menutup jalan menuju kerusakan itu adalah wajib, lebih-lebih jika telah tampak
tanda-tandanya dan tersedia sarananya.
Hal ini diperkuat lagi oleh apa yang
dikemukakan para ulama bahwa bersentuhan kulit antara laki-laki dengannya –
yang pada asalnya mubah itu – bisa berubah menjadi haram apabila disertai
dengan syahwat atau dikhawatirkan terjadinya fitnah,1 khususnya dengan anak
perempuan si istri (anak tiri), atau saudara sepersusuan, yang perasaan hatinya
sudah barang tentu tidak sama dengan perasaan hati ibu kandung, anak kandung,
saudara wanita sendiri, bibi dari ayah atau ibu, dan sebagainya.
Kedua, kemurahan (diperbolehkan) berjabat tangan dengan wanita tua
yang sudah tidak punya gairah terhadap laki-laki, demikian pula dengan
anak-anak kecil yang belum mempunyai syahwat terhadap laki-laki, karena
berjabat tangan dengan mereka itu aman dari sebab-sebab fitnah. Begitu pula
bila si laki-laki sudah tua dan tidak punya gairah terhadap wanita.
Hal ini didasarkan pada riwayat dari
Abu Bakar RA bahwa beliau pernah berjabat tangan dengan beberapa orang wanita
tua, dan Abdullah bin Zubair mengambil pembantu wanita tua untuk merawatnya,
maka wanita itu mengusapnya dengan tangannya dan membersihkan kepalanya dari
kutu.2
Hal ini sudah ditunjukkan Al-Qur’an
dalam membicarakan perempuan-perempuan tua yang sudah berhenti (dari haid dan
mengandung), dan tiada gairah terhadap laki-laki, dimana mereka diberi
keringanan dalam beberapa masalah pakaian yang tidak diberikan kepada yang
lain:
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah
terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah
atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud)
menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (an-Nur: 60)
Dikecualikan pula laki-laki yang tidak
memiliki gairah terhadap wanita dan anak-anak kecil yang belum muncul hasrat
seksualnya. Mereka dikecualikan dari sasaran larangan terhadap wanita-wanita
mukminah dalam hal menampakkan perhiasannya.
“… Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami
mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka,
atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan
mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita …”(an-Nur: 31)
Selain dua kelompok yang disebutkan
itulah yang menjadi tema pembicaraan dan pembahasan serta memerlukan pengkajian
dan tahkik.
Golongan yang mewajibkan wanita menutup
seluruh tubuhnya hingga wajah dan telapak tangannya, dan tidak menjadikan wajah
dan tangan ini sebagai yang dikecualikan oleh ayat:
“… Dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya kecuali yang biasa tampak daripadanya …” (an-Nur: 31)
Bahkan mereka menganggap bahwa
perhiasan yang biasa tampak itu adalah pakaian luar seperti baju panjang,
mantel, dan sebagainya, atau yang tampak karena darurat seperti tersingkap
karena ditiup angin kencang dan sebagainya. Maka tidak mengherankan lagi bahwa
berjabat tangan antara laki-laki dengan wanita menurut mereka adalah haram.
Sebab, apabila kedua telapak tangan itu wajib ditutup maka melihatnya adalah
haram; dan apabila melihatnya saja haram, apa lagi menyentuhnya. Sebab,
menyentuh itu lebih berat daripada melihat, karena ia lebih merangsang,
sedangkan tidak ada jabat tangan tanpa bersentuhan kulit.
Tetapi sudah dikenal bahwa mereka yang
berpendapat demikian adalah golongan minoritas, sedangkan mayoritas fuqaha dari
kalangan sahabat, tabi’in, dan orang-orang sesudah mereka berpendapat bahwa
yang dikecualikan dalam ayat “kecuali yang biasa tampak daripadanya” adalah
wajah dan kedua (telapak) tangan.
Maka apakah dalil mereka untuk
mengharamkan berjabat tangan yang tidak disertai syahwat?
Sebenarnya saya telah berusaha mencari
dalil yang memuaskan yang secara tegas menetapkan demikian, tetapi tidak saya
temukan.
Dalil yang terkuat dalam hal ini ialah
menutup pintu fitnah (saddudz-dzari’ah), dan alasan ini dapat diterima tanpa
ragu-ragu lagi ketika syahwat tergerak, atau karena takut fitnah bila telah
tampak tanda-tandanya. Tetapi dalam kondisi aman – dan ini sering terjadi –
maka di manakah letak keharamannya?
Sebagian ulama ada yang berdalil dengan
sikap Nabi SAW yang tidak berjabat tangan dengan perempuan ketika beliau
membaiat mereka pada waktu penaklukan Mekah yang terkenal itu, sebagaimana
disebutkan dalam surat al-Mumtahanah.
Tetapi ada satu muqarrar (ketetapan) bahwa
apabila Nabi SAW meninggalkan suatu urusan, maka hal itu tidak menunjukkan –
secara pasti – akan keharamannya. Adakalanya beliau meninggalkan sesuatu karena
haram, adakalanya karena makruh, adakalanya hal itu kurang utama, dan
adakalanya hanya semata-mata karena beliau tidak berhasrat kepadanya, seperti
beliau tidak memakan daging biawak padahal daging itu mubah.
Kalau begitu, sikap Nabi SAW tidak
berjabat tangan dengan wanita itu tidak dapat dijadikan dalil untuk menetapkan
keharamannya, oleh karena itu harus ada dalil lain bagi orang yang berpendapat
demikian.
Lebih dari itu, bahwa masalah Nabi SAW
tidak berjabat tangan dengan kaum wanita pada waktu baiat itu belum disepakati,
karena menurut riwayat Ummu Athiyah al-Anshariyah RA bahwa Nabi SAW pernah
berjabat tangan dengan wanita pada waktu baiat, berbeda dengan riwayat dari
Ummul Mukminin Aisyah RA dimana beliau mengingkari hal itu dan bersumpah
menyatakan tidak terjadinya jabat tangan itu.
Imam Bukhari meriwayatkan dalam
shahihnya dari Aisyah bahwa Rasulullah saw.SAW menguji wanita-wanita mukminah
yang berhijrah dengan ayat ini, yaitu firman Allah:
“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang
beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan
sesuatu pun dengan Allah; tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan
membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara
tangan dengan kaki mereka3 dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik,
maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk
mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-Mumtahanah:
12)
Aisyah berkata, “Maka barangsiapa di antara wanita-wanita
beriman itu yang menerima syarat tersebut, Rasulullah SAW berkata kepadanya,
“Aku telah membai’atmu – dengan perkataan saja – dan demi Allah tangan beliau
sama sekali tidak menyentuh tangan wanita dalam baiat itu; beliau tidak
membaiat mereka melainkan dengan mengucapkan, ‘Aku telah membai’atmu tentang
hal itu.’”
Dalam mensyarah perkataan Aisyah
“Tidak, demi Allah …,” al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari sebagai
berikut: Perkataan itu berupa sumpah untuk menguatkan berita, dan dengan
perkataannya itu seakan-akan Aisyah hendak menyangkal berita yang diriwayatkan
dari Ummu Athiyah.
Menurut riwayat Ibnu Hibban, al-Bazzar,
ath-Thabari, dan Ibnu Mardawaih, dari (jalan) Ismail bin Abdurrahman dari
neneknya, Ummu Athiyah, mengenai kisah baiat, Ummu Athiyah berkata:
“Lalu Rasulullah SAW mengulurkan
tangannya dari luar rumah dan kami mengulurkan tangan kami dari dalam rumah,
kemudian beliau berucap, ‘Ya Allah, saksikanlah.’”
Demikian pula hadits sesudahnya – yakni
sesudah hadits yang tersebut dalam al-Bukhari – dimana Aisyah mengatakan:
“Seorang wanita menahan tangannya” Memberi
kesan seolah-olah mereka melakukan baiat dengan tangan mereka.
Al-Hafizh (Ibnu Hajar) berkata: “Untuk
yang pertama itu dapat diberi jawaban bahwa mengulurkan tangan dari balik hijab
mengisyaratkan telah terjadinya baiat meskipun tidak sampai berjabat tangan…
Adapun untuk yang kedua, yang dimaksud dengan menggenggam tangan itu ialah
menariknya sebelum bersentuhan… Atau baiat itu terjadi dengan menggunakan lapis
tangan.
Abu Daud meriwayatkan dalam al-Marasil
dari asy-Sya’bi bahwa Nabi SAW ketika membaiat kaum wanita beliau membawa kain
selimut bergaris dari Qatar lalu beliau meletakkannya di atas tangan beliau,
seraya berkata,
“Aku tidak berjabat dengan wanita.”
Dalam Maghazi Ibnu Ishaq disebutkan
bahwa Nabi SAW memasukkan tangannya ke dalam bejana dan wanita itu juga
memasukkan tangannya bersama beliau.
Ibnu Hajar berkata: “Dan boleh jadi
berulang-ulang, yakni peristiwa baiat itu terjadi lebih dari satu kali, di
antaranya ialah baiat yang terjadi di mana beliau tidak menyentuh tangan wanita
sama sekali, baik dengan menggunakan lapis maupun tidak, beliau membaiat hanya
dengan perkataan saja, dan inilah yang diriwayatkan oleh Aisyah. Dan pada
kesempatan yang lain beliau tidak berjabat tangan dengan wanita dengan
menggunakan lapis, dan inilah yang diriwayatkan oleh asy-Sya’bi.”
Di antaranya lagi ialah dalam bentuk
seperti yang disebutkan Ibnu Ishaq, yaitu memasukkan tangan ke dalam bejana.
Dan ada lagi dalam bentuk seperti yang ditunjukkan oleh perkataan Ummu Athiyah,
yaitu berjabat tangan secara langsung.
Di antara alasan yang memperkuat
kemungkinan berulang-ulangnya baiat itu ialah bahwa Aisyah membicarakan baiat
wanita-wanita mukminah yang berhijrah setelah terjadinya peristiwa Perjanjian
Hudaibiyah, sedangkan Ummu Athiyah – secara lahiriah – membicarakan yang lebih
umum daripada itu dan meliputi baiat wanita mukminah secara umum, termasuk di
dalamnya wanita-wanita Anshar seperti Ummu Athiyah si perawi hadits. Karena
itu, Imam Bukhari memasukkan hadits Aisyah di bawah bab “Idzaa Jaa aka
al-Mu’minaat Muhaajiraat,” sedangkan hadits Ummu Athiyah dimasukkan dalam bab
“Idzaa Jaa aka al- Mu’minaat Yubaayi’naka.”
Maksud pengutipan semua ini ialah bahwa
apa yang dijadikan acuan oleh kebanyakan orang yang mengharamkan berjabat
tangan antara laki-laki dengan perempuan – yaitu bahwa Nabi SAW tidak berjabat
tangan dengan wanita – belumlah disepakati. Tidak seperti sangkaan orang-orang
yang tidak merujuk kepada sumber-sumber aslinya. Masalah ini bahkan masih
diperselisihkan sebagaimana yang telah saya kemukaka
Jabat tangan sudah
menjadi tradisi atau kebiasaan, sehingga Anda tak berpikir panjang lagi ketika
menjabat tangan seseorang yang baru Anda kenal, atau justru teman lama yang
baru ditemui lagi.
Tetapi berkembangnya
berbagai penyakit yang timbul akibat penyebaran kuman di udara, membuat orang
jadi parno. Mereka segan bersalaman. Banyak yang kini menyimpan hand sanitizer
di dalam tas, supaya bisa mencuci tangannya dengan gel antiseptik tersebut
segera setelah bersalaman dengan orang lain.
Di Amerika, hampir 50
persen orang enggan berjabat tangan karena khawatir terpapar kuman, demikian
menurut newsletter PharmPro. Sebelum Olimpiade London berlangsung, chief
medical officer untuk British Olympic Association bahkan menyarankan para atlet
untuk tidak melakukan kebiasaan tersebut.
Namun, kini para pakar
berusaha mendorong orang untuk meneruskan tradisi ini. Studi baru mengenai
ilmu jabat tangan yang akan dimuat di Journal of Cognitive Neuroscience edisi
Desember menyatakan, bersalaman tetap penting meskipun ada potensi pertukaran
kuman itu.
Setelah mengevaluasi
pemetaan otak melalui MRI dan uji konduktansi kulit, para peneliti mendapati
bahwa orang-orang asing ternyata malah membentuk kesan yang lebih baik satu
sama lain setelah berjabat tangan. Meskipun interaksi yang terjadi sebelumnya
kurang baik, namun jabatan tangan bisa menunjukkan perilaku yang lebih positif.
"Banyak interaksi
sosial kita yang gagal karena satu dan lain hal. Namun jabat tangan sederhana
yang mendahului interaksi tersebut bisa meredam efek negatif dari
kesalahpahaman yang mungkin terjadi," ungkap Sandra Dolcos dari University
of Illinois Beckman Institute, yang menulis studi ini.
Para peneliti juga
menemukan bahwa jabatan tangan yang kencang dan ramah bisa memicu respons yang
menyenangkan. Di masa lalu, jabat tangan juga bisa mengirimkan sinyal
perdamaian, demikian menurut teori para antropolog sejarah. Menjulurkan tangan
dengan telapak tangan terbuka menunjukkan bahwa Anda tidak membawa senjata.
Selama berabad-abad
sesudahnya, gerak-gerik ini berkembang menjadi suatu bentuk sapaan yang
universal. Dengan bersalaman, Anda menunjukkan kepercayaan diri. Dalam
pertemuan bisnis, jabat tangan juga dilakukan sebagai bukti bahwa transaksi
yang memuaskan telah terjadi.
"Jabat tangan
sudah terbuti meningkatkan persepsi akan kepercayaan dan formalitas dari
hubungan," lanjut Dolcos dalam laporannya.
Dan, ini yang penting:
menurut studi dari John Hopkins School of Public Health, kemungkinan terpapar
kuman berbahaya melalui jabat tangan itu cenderung rendah. Nah, kalau Anda
masih ragu juga untuk bersalaman dengan orang yang Anda temui di bus, kereta
commuter, atau di rumah sakit, bawa saja hand sanitizer di tas. Atau, cuci
tangan saja pakai sabun sesudah bersalaman. Beres, kan?
Ada Hal yang dapat
menghancurkan hidup seseorang :. Kemarahan. Keangkuhan. Dendam
Ada Hal yang tidak boleh hilang :. Harapan.
Keikhlasan. Kejujuran Ada Hal yang paling berharga :. Kasih Sayang. Cinta.
KebaikanAda Hal yang dalam hidup yang tidak pernah pasti :. Kekayaan.
Kesuksesan. Mimpi Ada Hal yang membentuk watak seseorang :. Komitmen .
Ketulusan . Kerja keras Ada Hal yang membuat kita sukses :. Tekad. Kemauan.
FokusAda Hal yang tidak pernah kita tahu :. Rezeki . Umur . Jodoh
TAPI, ada Hal yang dalam hidup kita yang PASTI :. Tua. Sakit . Kematian.
Ya TUHAN, orang yang membaca ini adalah orang yang baik, kuat, sabar, sayangilah dia serta kasihilah dia. Tolong bantu mudahkan rejekinya, sehatkan badannya. Jika dia melangkah, selamatkanlah dia, mudahkan langkahnya . . Aminn:)
TAPI, ada Hal yang dalam hidup kita yang PASTI :. Tua. Sakit . Kematian.
Ya TUHAN, orang yang membaca ini adalah orang yang baik, kuat, sabar, sayangilah dia serta kasihilah dia. Tolong bantu mudahkan rejekinya, sehatkan badannya. Jika dia melangkah, selamatkanlah dia, mudahkan langkahnya . . Aminn:)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar